
Pelaksanaan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) 2020 yang dinilai cacat. Sehingga menuai polemik antara Mahasiwa dan jajaran Birokrat Kampus. Jumat 04-05 september 2020 IAIBN Tegal mengadakan PBAK tahun ajaran 2020/2021. Pada tahun ini, PBAK dilaksanakan dengan corak yang berbeda, selain pemberlakuan Protokol kesehatan--kepanitiaan PBAK kali ini diambil alih oleh pihak dosen.
Berdasarkan surat keputusan Rektor Nomor: 110/038/SK-IBN/VIII/2020 tentang panitia PBAK IBN 2020. Diatas kertas tertulis bahwa Rektor memutuskan Muhammad Fatkhudin sebagai Ketua Panitia PBAK pada tahun ini serta keseluruhan struktur panitia diduduki oleh dosen, adapun beberapa mahasiwa dari kalangan HMPS (Himpunan Mahasiswa Program Studi) yang terlibat di dalamnya hanya menempati posisi koordinasi pendamping calon mahasiswa.
Azmia Wakil Presiden DEMA IBN menganggap keputusan tersebut dinilai terkesan memaksa dan semena-mena tanpa melibatkan Dewan Eksekutif Mahasiswa didalamnya. Terlepas dari habisnya SK kepengurusan DEMA periode 2019/2020 yang mana hal tersebut menjadi dalih DEMA tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan pembentukan kepanitiaan, akan tetapi jauh sebelum SK habis pihak DEMA pun sudah meminta untuk memusyawarahkan terkait hal ini dengan H. Abdul Muslich selaku Warek III namun beliau hanya menjawab “Iya nanti saya kabarin lagi untuk musyawarah hal itu”. Namun ternyata kabar yang mereka dapat justru semuannya sudah terbentuk berdasarkan keputusan Rektor.
Hal tersebut jelas telah menyalahi aturan dengan acuan keputusan Dirjen Pendis no. 4962 tentang Pedoman Umum Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan pada poin G.1. “Adapun nama-nama calon panitia dari unsur mahasiswa diusulkan oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) kepada Wakil Rektor atau Wakil Ketua Bidang Kemahasiswaan”.
Kami mendapat kabar pada tanggal 31 Agustus tiba-tiba HMPS menerima pemberitahuan bahwa panitia PBAK sudah terbentuk. Yang dinilai aneh adalah anggota HMPS yang masuk kedalam struktural kepanitiaan PBAK mereka semua tidak ada yang tahu-menahu ternyata beberapa nama sudah dimasukkan dalam struktur panitia—termasuk masing-masing Ketua HMPS.
Menindak lanjuti hal tersebut beberapa kawan mahasiswa dari jajaran DEMA dan HMPS --mencoba untuk meminta kejelasan kepada pihak terkait. Pertama meminta audiensi dengan Rektor akan tetapi beliau sedang tidak bisa diganggu—Yang kemudian mereka menemui Ketua Pelaksana. Tezar perwakilan dari HMPS menanyakan perihal struktural kepanitiaan yang hanya melibatkan beberapa anggota HMPS dan tanpa dilibatkan dalam rapat pembentukannya serta sudah jelas tanpa persetujuan pula. “Itu semua sudah keputusan dari Rektorat mas, saya juga sebenarnya menolak untuk menjadi ketua namun ya mau gimana lagi ini adalah amanat” tutur Fatkhudin. Lalu Azmia menanyakan terkait pihak DEMA yang tidak diikut sertakan dibawahnya. Fathudin menyambung “DEMA kan sudah ngga aktif mbak, SK kepengurusan pun sudah habis”.
Dengan ini DEMA, HMPS dan UKM menuntut untuk MUSBES yang menyangkut seluruh Birokrasi Kampus dan Birokrasi Mahasiswa agar tidak lain menyelesaikan kebiasan dan kerancuan yang terjadi--juga membuat formulasi dan kesepakatan bersama.
Oleh: Damar