Mosi tidak percaya


Kata “pengalaman” sering dijadikan tameng oleh mereka yang haus kuasa. Ketua Senat Mahasiswa (SEMA) kemarin datang membawa narasi itu dengan bangga. Menyebut dirinya berpengalaman dalam berbagai organisasi, paham dinamika ormawa dan siap membawa perubahan. Namun di balik semua retorika itu, mahasiswa kini menyaksikan kenyataan pahit bahwasanya pengalaman yang digembar-gemborkan itu tak melahirkan kepemimpinan melainkan kesombongan yang menutup telinga dari aspirasi mahasiswa.

SEMA di bawah kepemimpinan sekarang bukan lembaga yang aspiratif, melainkan berjalan arena ego. Di mana kekuasaan lebih dijaga daripada integritas dan di mana nama lebih penting daripada tanggung jawab. Janji kampanye tentang transparansi dan keberpihakan mahasiswa kini terdengar seperti lelucon yang kehilangan tawa, sangat hambar terasa.

Lebih ironis lagi lembaga yang katanya lahir dari nalar kolektif kini justru dikuasai oleh orang-orang yang tidak paham apa yang sedang mereka wakili. Dari sekian anggota SEMA, hanya satu yang memiliki pengalaman satu periode sebelumnya. Sisanya datang tanpa bekal pengetahuan, tanpa pemahaman mekanisme, tanpa kapasitas legislasi. Mereka menduduki kursi penting bukan karena kompetensi, tetapi karena kesempatan. Dan kesempatan tanpa kemampuan hanyalah bencana yang menunggu waktunya saja.

Bencana itu akhirnya datang pada sidang RAB kemarin. Forum yang seharusnya menjadi forum intelektualitas mahasiswa berubah menjadi panggung kekacauan. Perwakilan Ormawa mengeluh, mempertanyakan kesiapan dan kapasitas para anggota SEMA yang tampak tidak tahu arah pembahasan, tidak menguasai aturan sidang, bahkan tidak mampu menjawab pertanyaan elementer terkait fungsi lembaga. SEMA yang seharusnya memimpin jalannya arah Aspirasi mahasiswa justru tersesat dalam kebingungan mereka sendiri.

Ini bukan lagi masalah teknis, ini krisis struktural. Krisis kesadaran, krisis tanggung jawab, krisis moralitas kelembagaan. SEMA hari ini kehilangan marwahnya sebagai penyalur aspirasi mahasiswa. Lembaga yang dulu lahir dari semangat demokrasi kini justru mengerdil menjadi organisasi yang sibuk memoles citra dan menumpuk ego. Mereka selalu berbicara tentang tanggung jawab, tapi menolak untuk dikritik. Lalu mereka bicara tentang perubahan, tapi tak mau berubah.

Dan ketika Ketua SEMA memilih mengundurkan diri tanpa laporan pertanggungjawaban, tanpa transparansi dan tanpa penjelasan yang layak maka sebenarnya itu bukan tanda seorang kesatria melainkan Itu bentuk pelarian. Karena sejatinya, tanggung jawab tidak berakhir dengan mundur, melainkan dimulai dengan keberanian menghadapi konsekuensinya.

Kami mahasiswa, menolak menjadi penonton dari kemerosotan ini. Kami menolak diam ketika lembaga yang seharusnya menjadi benteng aspirasi justru menjadi dinding penghalang kritis mahasiswa. Kami menyatakan dengan tegas *Mosi Tidak Percaya terhadap Senat Mahasiswa (SEMA)*.

Jika SEMA masih punya nurani, sampaikan laporan pertanggungjawaban secara terbuka. Lalu Jika masih punya rasa malu akui kegagalan dan lakukan pembenahan menyeluruh. Jika tidak mampu memperbaiki, maka mundurlah dengan hormat sebelum sejarah mencatat kalian sebagai generasi yang menodai lembaga organisasi mahasiswa.

Kampus bukan tempat untuk menumpuk gengsi, Kampus itu ruang untuk belajar tentang tanggung jawab. Kepemimpinan itu bukan tentang seberapa lantang berjanji, tetapi seberapa kuat kamu menepati janji. Karena sebuah sejarah tidak akan mengingat siapa yang paling berpengalaman, tetapi siapa yang paling berani bertanggung jawab.

Kami menuntut tanggung jawab bukan alasan. Kami menuntut keberanian moral bukan sekadar jabatan formal. Karena bahwasanya diam di hadapan kemerosotan, sama saja dengan menyetujui kebusukan.


#MosiTidakPercaya 

#ReformasiSEMA 

#AspirasiBukanAmbisi

12 Komentar

  1. penulisnya siapa yah min? di sertakan juga dong jangan lempar batu sembunyi tangan. Etika jurnalistiknya jangan di tinggalkan yah min, terimakasih

    BalasHapus
  2. Lucu nih, berita bicara soal kebenaran tapi penulisnya justru sembunyi. etika jurnalistik seharusnya dijunjung, bukan disembunyikan di balik anonimitas. Kalau yakin tulisannya benar, kenapa takut menulis nama sendiri?

    BalasHapus
  3. wah seru nih, tidak berlebihan kah mencampurkan fakta dan opini min? hehe biar lembaga pers tidak dicap sebagai sumber gosip saja min

    BalasHapus
  4. semoga lembaga pers IBN tidak digunakan untuk kepentingan partai politik kampus seperti yg sudah2

    BalasHapus
  5. Hmmmmmmmmmm

    BalasHapus
  6. Manfaat menjadi seorang penulis adalah dikenal oleh si pembaca. memang benar yang disajikan adalah sebuah fakta, kenapa tidak disajikan nama sang penulis. Ini lembaga pers kan? atau sang penulis lupa akan materi PJTD? atau sang pembuat narasi bukan anggota pers? tapi saya akui memang narasinya cukup bagus. BAIM_ANAK_BAIK

    BalasHapus
  7. narasinya bagus, tapi cukup disayangkan tidak ada nama penulisnya padahal mencantumkan nama penulis penting dalam menjaga integritas dan kredibilitas jurnalistik

    BalasHapus
  8. akuntabilitas lembaga persnya perlu ditanyakan nih, kalau tidak ada nama penulisnya... bisa dimintai pertanggung jawabannya atas berita Yg ditulis.

    BalasHapus
  9. waduhhh.. semoga aman ya min lembaga pers nya, jangan mengkritik hanya buat kepentingan kelompok /pribadi dongggg, jangan asal ngeshare kalo belum tau fakta sebenarnya seperti apa. banyak yang mantau lohh ini wkwkwk
    kacau kacau.

    BalasHapus
  10. serius nih lembanga pers ini dijadiin wadah kritik personal?😂

    BalasHapus
  11. terimakasih para komentator diatas. kalian semua sudah mewakili hati saya.

    saya melihat link itu dari status wastapp salah satu teman saya, dan sy bukan berasal dr ibn. stelah saya membaca narasi diatas memang benar, sudah melanggar kode etik. tidak menuliskan siapa penulisnya, dan mengkritik secara personal, jbetulan saya kerja di jurnalistu seseorang.
    ( sdngkan ini adalah lembaga pers yg seharusnya untuk weebsite kita pergunakan untuk membaca berita) bukan malah untuk narasi yang gajelas tujuannya untuk apa.

    semoga yang menulis sadar kalau tindakan ini terlalu gegabah dan memojokan seseorang.

    (gada lg ada tempat buat bkin narasi ini itu? slah tempat kamu.
    wahaiii penulis yang baik hati ini namun mental yupi )

    aku kaget dan tdk bisa bee

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama