Menelaah Psikologi
Pengguna WhatsApp yang Mematikan Centang Biru
![]() |
Dokumentasi LPM Tanpa Titik |
Rabu, 25 Agustus 2021 LPM Tanpa Titik melaksanakan diskusi rutinan dengan tema Menelaah Pengguna WhatsApp yang Mematikan Centang Biru. Diskusi dimulai pada pukul 13.00-16.00. Sebelum forum diskusi dimulai dulur-dulur LPM Tanpa Titik membiasakan menyanyikan lagu Indonesia Raya stanza I, stanza II, stanza III dipimpin oleh dulur Heri. Selanjutnya, dulur-dulur LPM Tanpa Titik membacakan muqoddimah perparagraf secara bergantian.
Saat
kita mengamati akun WhatsApp teman kita yang tidak mengaktifkan centang biru atau
pemberitahuan telah membaca pesan, ada dua respon yang biasanya muncul.
Pertama, orang yang menanggapinya secara biasa saja. Kedua, orang yang sewot
dan merasa kesal hingga badmood sendiri. Dilanjutkan penjelasan dari
dulur Lutful mengapa memilih tema tersebut.
"Memilih
tema ini karena beberapa kali sempat memprediksi penyebab seseorang mematikan
centang biru. Disisi lain lingkaran kita ada yang pernah melakukannya, bila tidak
ya menjadi korban. Akhirnya muncullah ide tema ini," ujarnya.
Dulur
Rosi juga menjabarkan tulisan muqoddimahnya, bahwa mematikan centang biru
adalah hal yang wajar, bahkan hal tersebut adalah hak bagi setiap pengguna WhatsApp. Dengan disediakannya fitur tersebut secara legal, mengapa tidak dimanfaatkan saja?
Disambung
oleh dulur Dewi menanggapi setuju dengan apa yang disampaikan oleh dulur Rosi,
"Dari pengalaman pribadi saya sendiri mematikan centang biru hanya tidak
ingin kecanduan WhatsApp walaupun WhatsApp itu sendiri bukan termasuk sosmed,
lantas agar tidak kepo dan lebih tenang." tutur Dewi.
Sedangkan
dulur Heri beranggapan bahwa hal tersebut menyakitkan akan tetapi juga sepakat
dengan tanggapan-tanggapan sebelumnya, karna memang sudah ada dari fitur WhatsApp,
namun di sisi lain kemungkinan ada rasa yang dihapus, ada gejala ilmiah manusia dari pengalaman pribadinya
yang pernah merasa kecewa oleh harapan sendiri.
Dulur
Iqbal juga menjelaskan dengan rinci dari bagaimana Aplikasi WhatsApp, fitur WhatsApp,
dan Psikis. "Lebih ke arah psikologi, orang yang menggunakan fitur tersebut lebih ke arah
sedang ada sesuatu atau tidak ingin diganggu, tapi disisi lain walaupun hal
tersebut agar tidak menjadi suatu harapan ataupun selainnya. Akan tetapi, tetap
saja akan kelihatan karena notif online nya akan tetap ada jadi ya tetap akan
diketahui, jika dikaji semacam itu maka akan menyangkutnya pada psikologi
komunikasi, seperti yang pernah saya ketahui bahwa psikologi adalah ilmu yang
muncul di setiap ilmu, maka layaknya komunikasi ya timbal balik, konteks
komunikasi WhatsApp. Walaupun hal tersebut adalah hal pribadi akan tetapi
dampaknya ke sosial sekelilingnya, nah dari hal itu secara psikologi
komunikasinya akan menjadi pertanyaan besar, seperti 'lagi kenapa kah anak ini?'
Jadi kembalinya orang semacam itu terlalu bergantung dengan media sosial,
ketika dulu WhatsApp hanya sekedar alternatif komunikasi jarak jauh, ketika
sekarang alternatif menjadi ketergantungan yang kemudian menjadi kebutuhan
ataupun prioritas."
Dulur
Syifa juga menanggapi dari pengalaman pribadinya yang pernah mengirim pesan WhatsApp
saat me-non-aktifkan centang biru kepada dosen, lalu dulur Syifa ditegur
bahwasanya hal tersebut adalah perilaku yang kurang baik dimana seharusnya
mengetahui sudah dilihat atau belum akhirnya jadi tidak tahu.
Dan
tanggapan dari dulur Azam, selaku pelaku yang me-non-aktifkan centang biru
menganggap bahwa, orang-orang tersebut adalah mereka yang mentalnya lemah,
otaknya berisik dan butuh ketenangan.
Setelah
semua dulur LPM Tanpa Titik menanggapi,
kemudian dilanjutkan membahas pertanyaan dari dulur Retno yang mana
pertanyaannya adalah "Sebenarnya menurut kalian mematikan centang biru itu
termasuk sebuah kebohongan atau bukan?"
Dulur
Dewi menjawab, "Menurut saya bukan
suatu kebohongan karna dari niat, juga tidak niat untuk berbohong namun termasuk adab, bagaimana
adab dari penerima pesan tersebut harusnya lebih bisa memahami situasi, kalo
memang penting pasti ya akan membalas.
Disambung jawaban dari
dulur Azam "bisa juga termasuk kebohongan karena ada juga yang
memang malas membalas, baik centang biru atau tidak pasti punya kedewasaan
masing masing."
Me-non-aktifkan
centang biru pada WhatsApp memang mengandung sebuah kebohongan. Namun, secara
perlahan, seseorang juga akan memahami psikis si penerima atau pelaku non aktif
centang biru.
Tetapi,
tidak juga dikatakan sebagai kebohongan, juga tidak bisa dikatakan orang yang
sedang patah hati atau apa, hanya saja mungkin dia lebih nyaman akan hal
tersebut, orang lain adalah neraka bagi diri sendiri.
Setelah
pertanyaan sudah terjawab dan terselesaikan, diskusi ditutup pada pukul 16.00
dengan pembacaan sholawat.
Penulis
: Iin Sundari
Jelasnya gimana Min? Mematikan centang biru boleh nggak?
BalasHapusDan saya ngefans sekali sama Mas Luthful Hakim heheh
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusNulungi admin njawab
HapusSyubhat. Bisa boleh, bisa engga.
Panjang lebarnya, japri mawon bung. Xixi
Saya ngefens banget banget banget sama .. .. ..
BalasHapusPimred rosi dong pastinya😘