Mengkaji Nalar Moderat ;
Nalar yang Tidak Pernah Membenarkan Tindakan Kekerasan
Dokumentasi LPM Tanpa Titik |
Diskusi rutinan Lembaga Pers Mahasiswa Tanpa Titik telah terlaksana pada hari Rabu, 20 Oktober 2021 dengan tema "Nalar Moderat" yang dipantik oleh dulur tua Khusnul Aqib. Kegiatan dimulai pada pukul 15.00-17.00 WIB dengan diawali menghadiahkan surat Al-Fatihah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, keturunan, beserta para sahabatnya. Dan kepada seluruh muasis pendiri Negara Indonesia, yang diharapkan semangatnya dapat menurun kepada kita semua. Kemudian dilanjutkan menyanyikan lagu Indonesia Raya tiga stanza yang dipimpin oleh dulur Malik. Setelah itu pembacaan muqoddimah secara bergilir oleh semua peserta diskusi dengan dipandu oleh dulur Azam. Selesai membaca, didapatkan kesimpulan awal bahwa Nalar Moderat merupakan bentuk menghargai perbedaan pendapat dari orang lain. Benarkah demikian? Yuk simak selengkapnya.
Dulur
Aqib sebagai pemantik menjelaskan, bahwa menurut Buya Hussein poin-poin
utama Nalar Moderat ada tujuh, yaitu :
Pertama,
mampu menerima segala perbedaan. Orang yang tidak bisa menerima perbedaan,
pasti cara berpikirnya tidak moderat. Sebab dia sudah mengingkari hakikat
dirinya sebagai manusia. Konstruksi perbedaan ini adalah sebuah fitroh atau
asas dengan satu-satunya
perbedaan yang dapat diterima adalah laki-laki dan perempuan. Meskipun berbeda
jenis kelamin, namun tetap bisa bersama. Sesuai dengan Qur'an Surat Al-Hujurat
ayat 13 yang artinya : "Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal."
Kedua,
menghargai pendapat dan kepercayaan yang berbeda. Jika menghargai pendapat yang
sama adalah hal wajar yang istilahnya
saling mendukung. Yang susah adalah ketika kita harus menghargai pendapat yang
berbeda. Dimana biasanya sifat keangkuhan kita lebih tinggi untuk menerima perbedaan pendapat tersebut.
Ketiga,
tidak pernah mengkultuskan atau mengabsolutkan kebenaran sendiri. Dengan cara
tidak meyakini kebenaran yang kita percaya adalah kebenaran final. Seperti
halnya dalam ruang belajar LPM,
ada tiga hal yang harus dipahami yaitu :
1.
Tidak ada orang pintar, adanya orang yang tau lebih dulu.
2.
Jangan sombongkan ketawadhu'anmu.
3.
Paham itu wajib, percaya nanti dulu.
Kewajibannya
memang harus paham, karena untuk melatih agar bisa menangkap apa yang orang
lain katakan. Tetapi percaya nanti dulu, karena sifatnya yang masih bisa digali lagi.
Dokumentasi LPM Tanpa Titik |
Keempat,
tidak pernah menggunakan kekerasan atas nama apapun. Misalnya, laki-laki yang
merasa dirinya superioritas daripada perempuan, kemudian menindas perempuan.
Cara berpikir demikian, menunjukkan bahwa ada yang “konslet” dalam cara berpikirnya.
Lalu
muncul pertanyaan "Bagaimana
Kanjeng Nabi ketika berperang? Apakah tidak menggunakan kekerasan?"
Dalam
Qur'an surat Al-fath ayat 29 dijelaskan, bahwa Nabi Muhammad bersikap keras
terhadap orang-orang kafir. Tetapi "keras" dalam konteks apa? Itu
perlu diijtihadi lagi.
Maka
masuk poin kelima, yaitu tidak semua teks memiliki makna tunggal. Setiap
teks sangat mungkin ditafsirkan secara beragam. Seperti halnya Al-qur'an yang
memiliki beragam penafsiran.
Keenam,
menerima kritik yang konstruktif atau membangun. Untuk berpikir secara moderat,
kita perlu mengkritik seseorang pada cara berpikirnya dan bukan pada pribadinya. Jika dalam
Islam dicontohkan seperti orang yang berbuat maksiat. Kita diperbolehkan
membenci sifat maksiatnya, tetapi tidak kepada orang yang melakukan maksiat.
Ketujuh,
selalu mencari celah keadilan dan titik tengah kebenaran. Untuk dapat menerima
perbedaan, seseorang perlu
memperluas pergaulannya dan selalu mau berproses untuk belajar.
Voltaire
pernah mengatakan "Saya tidak sepakat dengan apa yang kamu katakan. Tetapi akan saya bela mati-matian
apa yang kamu katakan".
Contohnya,
orang yang mempercayai agama hindu diintimidasi atas agamanya. Maka apakah umat
islam tidak boleh membantu? Tatkala ada penindasan atas nama agama, maka kita
harus membela yang tertindas.
Selain
itu, Imam Syafi'i pernah mengatakan "Pendapatku itu yang paling benar,
tetapi ada kemungkinan salah. Selain pendapatku adalah salah, tetapi ada kemungkinan benar". Nalar
moderat perlu diwujudkan dalam rangka menemukan pandangan yang mengantar pada
keadilan dan kemaslahatan, yang merupakan pencerminan rahmat pada semesta.
Selain
itu, dulur Aqib juga
menyebutkan kita harus "Sak Madyo" saja dalam segala hal. Baik
itu dalam membenci, menyukai, atau yang lainnya. Sak Madyo berarti sederhana
dan tidak berlebihan.
Dulur Lutful menanyakan, apakah teori Sak
Madyo itu tanpa pengecualian? Karena dalam agama sendiri kita dituntut agar
mencintai Kanjeng Nabi secara totalitas.
Jawaban Dulur Aqib adalah, cinta
itu perlu dibarengi dengan memahami. Karena mencintai tanpa memahami yang
dicintai, tidak akan tersampaikan. Artinya
begini, jika kita benar-benar mencintai nabi maka kita juga harus
memahami nabi. Nabi menyuruh kita untuk bermoderat, maka-jika kita mencintai nabi-kita juga harus moderat.
Bulshit sekali mencintai nabi jika tidak mengenalnya. Spirit
mencintai tanpa memahami tidak akan bisa adil, memahami tok tanpa
merefleksikan dengan cinta juga tidak akan bergerak dengan baik. Karena jika tidak diimbangi dengan
memahami, jangan-jangan kita
ini mencintai rasa cinta itu sendiri. Cinta kan rasa dan menjadi faktor sebuah
aksi, maka agar aksinya tidak
salah perlu dengan pendekatan memahami.
Karena waktu senja sudah menyapa, maka diskusi
akhirnya ditutup dengan penarikan kesimpulan oleh masing-masing peserta dan
dilanjutkan dengan pembacaan sholawat Maula Ya Sholli.
Penulis : Rosiana