Nonton dan Diskusi Bareng Film Tenggelam dalam Diam

 Nonton dan Diskusi Bareng Film Tenggelam dalam Diam

Dokumenter LPM Tanpa Titik

Rabu, 7 April 2021 LPM Tanpa Titik melaksanakan diskusi rutinan. Namun, diskusi kali ini berbeda dari biasanya, pada kesempatan kali ini dulur LPM nonton bareng film “Tenggelam dalam Diam". Diskusi dimulai pukul 14.15 WIB, yang dibuka oleh Hanifah dengan membaca surat Alfatihah. Usai itu dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya stanza 1,2 dan 3.

Dari pamflet yang ada, pastinya dulur LPM penasaran dengan isi film karya Dandy Laksono ini. Setelah menyanyikan lagu Indonesia Raya, dulur LPM mulai menonton bersama film tersebut yang bertempat di Sekretariat LPM Tanpa Titik. Film dengan durasi 1 jam tersebut mengundang antusias dan ketertarikan dari dulur LPM yang hadir.

Film tersebut merupakan sebuah film dokumenter dari beberapa wilayah di Indonesia. Dalam film Tenggelam dalam Diam disorot wilayah Bekasi, Jakarta, Gresik, Pekalongan, dll. Di situ terdapat penjelasan mengenai wilayah dengan permukaan air dan bencana banjir yang terjadi di wilayah tersebut. Adanya rob menjadikan warga mengalami kebanjiran. Bahkan di beberapa wilayah ada penduduk yang rumahnya tergenang banjir sudah puluhan tahun.

Diawali oleh Retno yang berpendapat bahwa “Film ini untuk merefleksikan kehidupan kita sehingga kita sadar akan perlunya menjaga lingkungan.” Namun lain halnya dengan Bunga, ia mengatakan bahwa ia baru mengetahui di Indonesia terdapat daerah yang mengalami hal semacam itu, sebab selama ini yang ia tahu hanya bencana banjir pada saat musim penghujan saja.

Syifa memaparkan sudut pandangnya bahwa film tersebut terdapat beberapa unsur, misalnya hal yang berkaitan dengan sosiologi atau hubungan manusia dengan manusia lain. Ada juga ekologi yaitu terkait dengan lingkungan atau ekosistem. Selain itu juga terdapat antropologi atau hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan tak ketinggalan juga ada unsur budaya yang mana dapat kita lihat dalam film kota Pekalongan digambarkan dengan ciri khasnya sebagai kota batik. Dilihat dari film tersebut dapat dikatakan sebagai kritikan terhadap masyarakat maupun pemerintah. Mengkritik terhadap kepedulian atau kepekaan atas apa yang terjadi di Nusantara. Ia juga berpendapat bahwa masyarakat tidak dapat disalahkan sepenuhnya akan fenomena ini, begitupun dengan pemerintah.

Azam menuturkan dalam film tersebut bahwa kesalahan besarnya ada pada pemerintah, dan masyarakat hanya memiliki sedikit kesalahan. Mengapa masyarakat membangun rumah atau mendirikan pemukiman di wilayah yang cenderung terkena banjir maupun rob. Lalu, mengapa pemerintah atau lembaga terkait tidak memberikan edukasi atau pengarahan bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah yang rawan terkena banjir. Kemudian melihat era sekarang baik di media sosial maupun lainnya telah terjadi krisis film. Film yang bernuansa kehidupan dan kemanusiaan tidak diminati oleh masyarakat, maka dengan adanya film karya Dandy Laksono ini diharapkan dapat menarik minat masyarakat.

“Tapi tidak bisa masyarakat tiba-tiba menyukai film yang bernuansa kemanusiaan dan kehidupan semacam film ini, dapat kita analisis melalui latar belakangnya. Bisa juga terpengaruh oleh intelektual personal masyarakat itu sendiri. Misalnya sesuai kebiasaan atau lingkungan seseorang. Apabila habitnya adalah mengkritik atau mengkaji sosial, maka bisa jadi ia menyukai film yang berbau sosial maupun kemanusiaan. Lain halnya dengan ia yang memiliki habit mengakses K-Pop, maka tidak menutup kemungkinan ia menyukai K-Pop" sambung Bunga

Jika dibandingkan dari beberapa berita yang ada di media memberikan informasi banjir akibat tidak ada saluran air, atau sebab sampah. Sehingga terkesan hanya masyarakat (korban) yang bersalah secara total dalam bencana yang terjadi. Berbeda dengan film ini yang mengangkat tema banjir rob, yang tidak dibahas mengenai sebabnya. Sehingga penonton dapat menganalisis tidak mungkin terjadi sesuatu tanpa adanya penyebab. Dan apabila hal ini bisa dianalisis dengan baik, maka kita akan menilai bencana ini tidak secara penuh kesalahan dari masyarakat itu sendiri, atau justru kita juga salah satu pelakunya.

“Iya jelas, media masa sudah dikendalikan oleh orang-orang berduit, yang memiliki kepentingan tertentu, sehingga jangan heran kalau sajian di media masa itu seperti yang ada pada saat-saat ini” sambung Heri.

Pukul 16.50 WIB diskusi pun berakhir, Moderator menuturkan kesimpulannya mengenai film “Tenggelam dalam Diam” bahwa film ini menunjukan  dampak yang besar dari suatu tindakan-tindakan yang kita rasa kecil bahkan kita rasa tidak akan berdampak, sehingga kita perlu memperbaiki cara hidup kita yang baik, agar paling tidak kita tidak menambah masalah.

Setelah memaparkan kesimpulannya, moderator menutup forum diskusi dengan membaca sholawat bersama....

Maulayasholli....


Penulis : Hanifah

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama