IKHTIAR SAINS DALAM MENAFSIRKAN KOSMOLOGI
![]() |
(sumber: warstek.com) |
Sains sebagai salah satu metodologi ilmu pengetahuan sudah banyak membuktikan sesuatu secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan dengan berbagai pendekatan yang terkonsep didalamnya. Corak yang mudah dibaca dalam sains, ia selalu dikaitkan dengan hal yang pragmatis dan berdasar observasi inderawi (meskipun sebenarnya tetap ada pengecualian).
Sumbangsih sains dalam kehidupan manusia tidak diragukan lagi. seperti dalam dunia kesehatan, teknologi, biologi dan masih banyak lagi. Sehingga dapat dipastikan kehidupan manusia tanpa sains tidak akan sebaik ini.
Tak luput pula, Saintis juga menaruh atensi dalam dunia kosmologi. Kosmologi dalam KBBI mempunyai arti ilmu tentang asal-usul kejadian Bumi, ilmu yang menyelidiki alam semesta sebagai sistem yang beraturan. Perbincangan terkait asal usul alam semesta ini sudah ada sejak zaman sebelum Masehi bahkan sampai sekarang.
Menurut Sirajudin Zar dalam bukunya Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains, dan Al-Qur'an menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan Kosmologi itu bersifat empiris. Artinya pengetahuan yang berdasarkan pengalaman, penemuan, eksperimen, atau pengamatan.
Dari berbagai informasi, teori mengenai penciptaan alam semesta selalu berubah ubah. Hal ini tergantung seberapa canggih alat-alat, tingkat observasi, dan seberapa empirisnya hasil temuan tersebut. Penemuan-penemuan tersebut dapat dicabangkan menjadi dua pendapat.
Pertama, anggapan kosmolog pra abad 19 bahwa alam semesta itu telah ada sejak waktu yang tak terbatas dan akan terus bertahan dalam keadaannya sekarang ini. Istilah yang dipakai oleh pakar sains untuk menyebut pendapat pertama ini ialah steady-state universe. Alam semesta berdiri sendiri. Dalam disiplin ilmu akidah, pemahaman demikian disebut sesuatu yang bersifat qadim dan baqa. Tidak mempunyai awal dan tidak mempunyai akhir. Kekal dan tidak akan hancur.
Paradigma ini telah berkembang sejak zaman Yunani kuno sampai ke dunia barat sebagai hasil filosofi materialistis. Menurut Ulil Abshar Abdalla pandangan semacam ini merujuk kepada Democritos, seorang filsuf penemu teori atom juga berpaham materialisme. Yang diamini oleh para penerus estafet ideologi materialisme seperti Karl Marx dan Friedrich Engels.
Dalil yang dipakai penganut steady state universe sudah memenuhi syarat akan nilai-nilai empiris, yakni hasil pengamatan di laboratorium bahwa materi itu kekal adanya. Konsep ini berasal dari Newton dengan hukum gravitasinya, kemudian dipertegas oleh Lavoisier dengan kekekalan massa dan selanjutnya diperluas teori relativitas oleh Albert Einstein, menjadi kekekalan massa dan energi atau secara singkat kekekalan materi. Mudahnya mereka mengatakan bahwa alam semesta ini memiliki struktur yang statis.
Kedua, anggapan kosmolog abad 19 bahwa alam semesta ini ada permulaanya dan berekspansi (meluas). Oleh karenanya, bahwa keseluruhan pemahaman mengenai alam semesta berekspansi maka pakar sains menyebut pendapat kedua ini dengan expanding univers. Berdasarkan teori ini para pakar sains menarik kesimpulan bahwa alam semesta ini awalnya teremas (mengkerut) menjadi sangat kecil, yang disebut dengan singularitas. Dalam ilmu tafsir akan ditemukan penjelasan senada dalam menjelaskan basmalah yakni nuktotul ba. Titik huruf ba. Yang berekspansi menjadi Bii kaana maa kaana wa Bii yakuunu maa yakuunu.
Teori ini pada akhirnya dikenal dengan Big Bang (dentuman besar). Uniknya, istilah Big Bang diciptakan oleh Fred Hoyle, orang yang sebenarnya tidak menyukai teori ini karena telah merusak teori steady-state yang diyakininya. Awal mulanya Hoyle yang merupakan astronomi asal universitas Cambridge ini menyebut big bang dengan niatan mengejek teori expanding universe.
Menurut Harun Yahya dalam bukunya Keajaiban pada Atom. Bukti kebenaran teori ini adalah Alexandre Friedmann, ahli fisika asal Rusia. Pada tahun 1922 menemukan bahwa alam semesta tidak memiliki struktur yang statis. Juga hasil pengamatan Edwin Hubble, seorang ahli astronomi dari Amerika dengan teleskop raksasanya menemukan bahwa bintang bintang memancarkan cahaya geser merah (red shift) tergantung jarak mereka. Ini menunjukan bahwa benda benda angkasa yang diamati dari Observatorium Wilson California bergerak menjauhi Bumi.
Sampai saat ini hasil observasi atau penemuan yang ada dari dunia kosmologi semakin memperkuat teori expanding universe. Seperti hasil observasi radio astronomi Arno Penzias dan Robert Wilson (pemenang hadiah nobel 1978) pada tahun 1965 mengungkapkan keberadaan gelombang mikro yang mendatangi bumi dari segala penjuru alam secara keseragaman (uniform) sebagai kilatan alam semesta yang tersisa dari peristiwa Big Bang. Bahkan dalam sebuah artikel di Scientifict American yang terbit bulan Oktober 1994 tertulis bahwa "model Big Bang adalah teori satu satunya yang diakui pada abad ke-20".
Penulis : Lutful Hakim