Rekonstruksi Tradisi Rabu Pungkasan || Syariat Tidak Mewajibkan, Alhasil Budaya yang Melestarikan

 

Rekonstruksi Tradisi Rabu Pungkasan

Syariat Tidak Mewajibkan, Alhasil Budaya yang Melestarikan

 

Pict : Sinar Arjuna - WordPress

Rabu Wekasan atau lebih akrab kita sapa Rebo Pungkasan merupakan salah satu tradisi masyarakat yang dilaksanakan pada hari rabu terakhir di bulan Shafar. Artinya Rebo Pungkasan ini telah menjadi tradisi kebudayaan turun temurun sejak nenek moyang kita terdahulu. Rebo Pungkasan diartikan oleh sebagian orang, bahwa di bulan ini Allah menurunkan 320.000 sumber penyakit dan 20.000 bencana. Entah itu benar atau tidak, masyarakat muslim khususnya orang-orang Jawa yang mempelopori tradisi ini tetap melestarikan dengan tujuan memohon perlindungan dari segala macam marabahaya dan malapetaka. Sebab itu banyak rangkaian kegiatan yang dapat dilakukan guna mencegah datangnya bala’ (musibah atau bencana). Kita sebagai umat muslim dianjurkan melaksanakan sholat sunnah tolak bala’, memaksimalkan berdo’a pada hari Rebo Pungkasan, bersedekah, serta mempererat silaturahim dengan menghadiri pengajian/khaul yang diselenggarakan disuatu daerah tertentu dan berziarah ke makam tokoh-tokoh ulama. Selain itu juga ada tradisi mencukur beberapa helai rambut yang bertujuan untuk menyucikan diri. Karena diakhir bulan Shafar ini kita akan menyambut bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Jadi sebagai Syarat dan Wasilah masyarakat muslim menyambut suka duka bulan Maulud ini.

Lantas siapa sih tokoh yang menjadi pelopor adanya Rebo Pungkasan ini? Ustadz Imin sebagai salah seorang pemuka agama mengungkapkan, “Awal adanya tradisi Rebo Pungkasan ini bermula dari pendahulu kita para Waliyullah dan alim ulama yang berdakwah di Pulau Jawa. Memang tradisi ini melejit di daerah Jawa. Kalau kita meninjau kabupaten, Tegal pun tak kalah uniknya dalam menyemarakan Rebo pungkasan. Biasanya kita yang tidak berkesibukan berkunjung ke khaul atau pengajian umum yang lokasinya di Desa Suradadi dan Lebaksiu. Lokasi tersebut menjadi primadona kegiatan akhir tahun bertepatan dengan hari akhir di bulan Shafar (Rebo Pungkasan) yang konon di hari tersebut banyak mendatangkan musibah dan petaka. Sebab itu, guna mencegah datangnya musibah kita berbondong-bondong menghadiri pengajian dan berdoa bersama meminta perlindungan dari Tuhan dan agar bangsa ini tetap aman dan damai.”

Namun jika ditinjau lebih luas, Rebo Pungkasan ini bermula dari seorang syekh bernama Ahmad bin Umar Ad-Dairobi dalam kitabnya “Fathul Malik Al-Majid Al-Mu-Allaf Li Naf’il ‘Abid Wa Qam’i Kulli Jabbar ‘Anid”. Beliau menjelaskan  Rebo Pungkasan diriwayatkan oleh seorang Waliyullah yang telah mencapai Maqam Kasyaf dan mengatakan setiap tahun pada Rabu terakhir bulan Shafar, Allah SWT menurunkan 320.000 macam bala’ (bencana) dalam satu malam. Namun perlu diketahui, Waliyullah ini lebih merujuk kepada orang suci yang  terpercaya tutur katanya. Nah, sedangkan Maqam Kasyaf ialah seseorang yang sudah mencapai ilmu berkedudukan tinggi dan sulit dibaca atau dimengerti orang lain, karena kata-katanya penuh makna.

Dengan demikian, perlu kita sadari pentingnya melestarikan budaya nenek moyang kita terdahulu. Terlebih jika mendatangkan kemanfaatan, contoh saja ritual Rebo Pungkasan ini yang menjadi tradisi tahunan masyarakat muslim meskipun tidak semua daerah melakukan tradisi ini. Karena tradisi Rebo Pungkasan bukan ketentuan syariat Islam melainkan hanya bersifat anjuran dan sudah menjadi kebiasaan masyarakat Jawa khususnya.

Nah, sejauh ini tradisi Rebo Pungkasan oleh sebagian masyarakat juga didominasi dengan ritual sholat Rebo Pungkasan. Namun dalam hal ini masyarakat dilarang menunaikan sholat sunnah dengan niat Rebo Pungkasan karena  syariat tidak memberikan dalil adanya hukum Rebo pungkasan, Maka dari itu, disebutkan tradisi ini bersifat menganjurkan sebab didalamnya terdapat sesuatu yang positif dan tidak diwajibkan melaksanakan karena ini bukan ketentuan syariat islam.

Ketika akan melaksanakan sholat sunnah Rebo Pungkasan dan tidak diperkenankan dengan niat demikian, maka alternatifnya dengan sholat mutlaq atau sholat hajat. Karena Rebo Pungkasan identik dengan bala’ musibah, maka kita sebagai muslim meminta pertolongan kepada Allah SWT agar dilindungi dan dijauhkan dari malapetaka. Kita tau bahwa sholat hajat adalah sholat yang dilaksanakan saat memiliki keinginan atau hajat tertentu, termasuk hajat li daf'il makhuf (menolak hal-hal yang dikhawatirkan). Nah, sebaiknya jika melakukan sholat saat momen Rebo Pungkasan tidak diniatkan untuk Rebo Pungkasan melainkan untuk sholat sunnah mutlaq atau sholat hajat. Salat-salat itu dapat disebut juga sebagai sholat tolak bala.

Alhasil Rebo Pungkasan ini menjadi tradisi setiap tahun. Tepat hari Rabu terakhir di bulan Shafar, kita berikhtiar agar kemudhorotan senantiasa mengelilingi setiap ummat dan sekaligus menyambut suka duka datangnya bulan Maulud (Kelahiran Nabi Muhammad SAW). Nah, pada kesempatan tahun ini tradisis Rebo Pungkasan jatuh pada tanggal 6 Oktober 2021.

 

“Hari bisa bermanfaat bagi seseorang, pun bisa juga naas bagi orang lain. Tinggal bagaimana kita merespon, memberikan feedback yang baik, berikhtiar dan meyakini bahwa segala ketentuan dan takdir datangnya dari Allah dan semua itu adalah ANUGRAH”

{KH.Miftakhul Akhyar, rois syuriah}


Penulis : Rista Lutviana

Editor : Rosiana





Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama