Sexual Harrasment
![]() |
Dokumentasi LPM Tanpa Titik |
Rabu, 1
September 2021 diskusi rutinan LPM Tanpa Titik telah terlaksana dengan bertajuk "Sexual
Harrasment" yang dipantik oleh dulur Heri. Diskusi dimulai setelah
membaca Al-fatihah dan menyanyikan lagu Indonesia Raya Stanza I, II dan III.
"Sebelum
diskusi dimulai, saya mau mengingatkan bahwa kultur diskusi rutinan kita agar
memperhatikan 3 poin. Pertama, paham itu wajib percaya nanti dulu. Kedua,
Jangan sombongkan ketawadhu'anmu. Ketiga, tak ada yang lebih pintar, yang ada
tau lebih dulu." Dulur Heri mengingatkan.
Heri
menjelaskan sexual harrasment jika kita artikan menjadi pelecehan
seksual. Kita tahu bahwa pelecehan seksual itu sudah terjadi dari zaman dahulu.
Namun, istilah sexual harrasment sendiri baru muncul di tahun 1964.
Maraknya diskriminasi dari orang yang tingkat sosialnya tinggi kepada yang
lebih rendah, entah dalam sebuah pabrik atau yang lain, menjadi salah satu
alasan lahirnya istilah sexual harrasment.
Sexual harrasment bisa terjadi lewat verbal ataupun
non-verbal. Mengomentari bentuk badan juga bisa disebut sexual harrasment jika
orang yang dikomentari menjadi tidak nyaman. Bahkan yang lebih rendah lagi,
dengan tatapan. Ketika kita menatap seseorang dan ia tersinggung juga bisa disebut
sexual harrasment. Obrolan yang menyinggung kodrat fisik pemberian Tuhan
juga tak jarang berujung kepada sexual harrasment. Contohnya seperti jakun,
kumis, dada di laki-laki, payudara, pantat, dan rambut perempuan. Perlu dicatat,
hal tadi bisa disebut sexual harrasment jika korban merasa risih, tidak
nyaman, atau terganggu.
Alfina
menambahkan, orang yang melakukan sexual harrasment (baca; pelaku) bisa
jadi dulunya kurang mendapatkan ASI, broken home, atau mengalami hal yang
mengganggu psikisnya. Hal tersebut juga bisa mendorong seseorang melakukan sexual
harrasment.
"Jika
kita mengirim stiker atau gambar yang kurang sopan di media sosial juga bisa disebut sexual
harrasment." sambung Rosi
"Membahas
sexual harrasment memang sering bersinggungan dengan kata-kata yang berbau
vulgar, jadi temen-temen jangan kaget ya. Kita bareng-bareng belajar."
Syifa menghimbau dan melanjutkan pemaparannya.
![]() |
Dokumentasi LPM Tanpa Titik |
"Kalimat
seperti kamu badannya kecil tapi payudaranya gede, atau menggunakan
diksi yang kurang sopan bisa disebut sexual harrasment. Dampaknya korban
akan kena mental seperti malu, marah, serta kesal. Dan perlu diingat bahwa
syarat disebut sexual harrasment adalah korban menganggap hal tersebut problem,
mengganggu. Artinya, jika korban menganggapnya guyon atau hal yang tidak
bermasalah, maka kalimat atau tindakan tadi bukan disebut sexual harrasment.
Namun, sayangnya masyarakat kita masih kurang fair dalam mengadili secara
sosial. Maksudnya, jika ada kasus sexual harrasment masyakarat
menganggap bahwa itu salah korban dan menjadi aib. Contoh ada perempuan korban pemerkosaan,
bukannya disupport malah digunjing, dijauhi dan dituduh cara berpakaiannya atau
berjalannya lah yang mengundang syahwat. Padahal banyak juga perempuan yang
sudah menggunakan pakaian tertutup namun tetap dilecehkan. Asumsi tersebut
perlu diberantas".
Diskusi
mendapat respon dari teman-teman yang ingin bertanya.
"Kenapa
korban sexual harrasment lebih
banyak perempuan?" Tanya Maulana.
"Faedahnya
apa kita membahas hal seperti ini, toh sexual Harrasment juga masih
terus ada?" sambung Vikar.
"Bagaimana
kita meminimalisir adanya sexual harrasment?" Sambung Rista.
"Dalam
buku bias gender pada iklan televisi, hal tersebut karena laki-laki condong
pada kekuatan dan perempuan condong kepada keindahan. Atau mudahnya dengan
modal mengandalkan kekuatan, laki-laki berani untuk melakukan sexual harrasment
terhadap perempuan yang dianggap lebih inferior" Heri menjawab
Maulana.
"Faedahnya
adalah pengetahuan. Dengan adanya kajian seperti ini nantinya kita bisa lebih
profesional dan proporsional dalam berinteraksi dengan orang lain." Misbah
merespon Vikar.
"Dengan
cara menganalogikan, jika korban adalah salah satu keluarga kita bagaimana.
Pastinya kita tidak terima. Begitu juga orang lain." Alfina menanggapi
Rista
"Cara
lainnya yang saya pelajari, menegur langsung pelaku bahwa kita tidak nyaman
diberlakukan seperti itu. Atau kita konsultasi ke LBH (Lembaga Badan Hukum), juga
bisa dengan cara melaporkan secara pers." Heri menambahkan.
Setelah
dirasa cukup. Moderator memaparkan kesimpulannya. Baru kemudian memohon maklum
kekurangan yang ada selama diskusi dan ditutup dengan shalawat.
Maulaa ya
sholli...
Penulis : Luthful
Editor : Amalia