Berhati-hatilah dalam Menggunakan Media Sosial
Tidak jarang kita jumpai beranda ponsel kita dipenuhi dengan berita atau postingan dari seseorang. Baik momen ketika ia sedang bahagia karena telah meminang atau dipinang oleh orang yang ia cintai, momen ketika ia konsultasi perkembangan janinnya, momen ketika pergi ke acara resepsi teman atau orang terdekatnya, momen ketika ia jatuh cinta atau bahkan patah hati alias putus cinta, momen ketika ia bahagia di tengah-tengah keluarga yang harmonis, momen ketika ia melihat tumbuh dan berkembangnya anak, kemudian sampai pada momen dimana ia kehilangan orang tuanya, serta berbagai momen lainnya. Tak dapat dipungkiri, kita sangat dekat dengan penggunaan media sosial hingga tak jarang banyaknya kegiatan dan momentum yang tersalurkan dalam media sosial tersebut.
Tidak semua aktivitas kita bisa diterima dan direspon baik oleh orang. Ada respon positif dan negatif. Misalnya, orang yang berbuat baik dengan menolong orang lain yang sedang mengalami kecelakaan, lalu ia mengunggah kejadian tersebut ke beranda media sosialnya hingga dianggap perbuatan riya. Ada pula orang yang dengan mudah menebar fitnah atau berita hoax, menyuarakan kemarahan pribadi yang sebenarnya tidak perlu dipublikasikan yang pada akhirnya berujung merugikan salah satu pihak. Mungkin sederet kasus tersebut tidak akan terjadi manakala kita bisa menggunakan media sosial dengan bijak.
Tanggapan atau respon orang terhadap aktivitas yang dimunculkan di media sosial pun bermacam-macam. Ada respon positif dan negatif. Dari respon yang baik, akan memunculkan energi positif dalam diri kita untuk mempunyai tambahan sudut pandang yang baru juga. Misalnya kita telah berhasil menciptakan produk yang laku di pasaran kemudian dari kolom komentar akun kita muncul ide-ide baru yang kelak bisa dipakai dalam usaha kita, atau bagi si penulis bisa saja menambah semangat untuk menerbitkan karya-karyanya, dan masih banyak lagi contoh lainnya. Namun bagaimana dengan respon yang malah justru membuat seseorang terpuruk? apakah hal itu cukup dibiarkan begitu saja? tak terdengar dan tak berwujud namun meninggalkan luka yang dalam. Beberapa ada yang membiarkan dan ada yang berujung pada persidangan, dan ada pula yang terselesaikan dengan meditasi dan ganti rugi. Namun bagaimana jika seseorang terpuruk dan berakhir dengan trauma atau bahkan gangguan mental, siapa yang hendak disalahkan?
Masih ingatkah kita dengan seri film drama Korea yang bercerita tentang psikopat yang menculik semua gadis-gadis cantik yang kemudian dikumpulkan, dipenjarakan, dan dinikahi satu persatu, apabila korban menolak untuk dinikahi maka dia akan mati. Psikopat itu diam-diam memerhatikan gerak-gerik korban dan mengikuti setiap aktivitas korban. Timbullah pertanyaan dari mana dia bisa tahu apa yang sedang dilakukan korban, dengan siapa korban berteman, dan dari mana dia tahu alamat rumah korban. Tidak lain adalah dari rentetan story di halaman media sosialya.
Begitulah kiranya rentetan permasalahan yang kerap kali terjadi di media sosial. Kurangnya kesadaran akan dampak media sosial dan kesadaran diri kita terhadap sesama menjadi salah satu pemicu pertengkaran, permusuhan, maupun tindakan krimanal itu terjadi. Harapannya kita semua mau belajar dan berhati-hati dalam menggunakan media sosial, menerima dan menyampaikan informasi degan bijak, menjaga dan memerhatikan privasi kita di media sosial, serta merespon dengan baik terhadap media sosial. Jangan sampai kita menjadi korban atas segala sesuatu yang kita anggap biasa-biasa saja, namun pada akhirnya justru akan merugikan kita.
Untuk itu, bijaklah serta berhati-hatilah dalam menggunakan media sosial.
Penulis : Asbiq Malaya